CIREBON – Insiden longsor yang terjadi di Kuningan pada Minggu malam pekan lalu, berdampak pada pasokan air ke lahan pertanian warga di Kabupaten Cirebon. Rabu (30/4/2025).
Ada sekitar 4500 hektare lahan pertanian di Kabupaten Cirebon yang kini terancam kekeringan akibat musibah longsor di Kuningan tersebut.
Wilayah yang terdampak tersebut seperti Kecamatan Waled, Ciledug, Pabuaran, Babakan, Pabedilan, Gebang, hingga Losari.
Kondisi ini membuat para petani di tujuh kecamatan tersebut panik karena suplai air yang selama ini menjadi andalan untuk mengairi sawah mereka, nyaris terputus total akibat longsor.
Daerah yang paling terdampak, salah satunya yakni Desa Gebangilir, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon. Pasalnya, Desa Gebangilir ini, berada di wilayah paling hilir dari sistem irigasi, sehingga sangat tergantung pada kelancaran aliran air dari hulu.
Kuwu (Kepala Desa) Gebangilir, Subandi, mengatakan bahwa ada sekitar 97 hektare lahan pertanian di desanya kini dalam kondisi kritis akibat kekeringan.
“Kami khawatir, jika kondisi ini terus berlangsung, para petani akan mengalami kerugian besar. Suplai air sangat berkurang. Kalau terus seperti ini, sawah tidak bisa ditanami dengan optimal. Ini bisa berujung pada gagal panen,” katanya
Meskipun hal ini sebenarnya bukan baru pertama kali terjadi. Namun, tahun ini, kata dia, dampaknya terasa lebih parah karena kerusakan saluran irigasi yang belum segera diperbaiki.
“Dulu juga juga begini, tapi ini jauh lebih parah,” kata dia.
Kondisi ini juga, kata dia, berpotensi memicu krisis ekonomi kecil di tingkat desa.
“Karena mayoritas warga di Desa Gebangilir menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Dan jika gagal panen benar-benar terjadi, maka dampaknya tidak hanya dirasakan petani, tetapi juga keluarga mereka dan roda perekonomian desa,” katanya.
Hal senada juga Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Gebangiliir, Wasrun yang menjelaskan bahwa, kekeringan ini mulai dirasakan sejak dua minggu terakhir.
“Tapi, seiring berkurangnya aliran air, para petani semakin cemas karena masa tanam padi yang seharusnya dimulai, terpaksa tertunda. Kalau dalam empat hari ke depan lahan tidak mendapat air, maka petani harus menunda masa tanam hingga satu bulan,” kata dia.
Hal ini, kata dia sangat berisiko tinggi karena berpengaruh pada hasil panen dan biaya produksi. Selain itu, situasi ini juga menunjukkan pentingnya solusi jangka panjang bagi pertanian di wilayah hilir seperti Gebangilir.
“Kami mengusulkan agar pemerintah membangun sumur dalam sebagai alternatif. Sumber air untuk lahan pertanian, terutama di musim kemarau atau saat terjadi gangguan irigasi,” katanya.
Dirinya juga mengaku, di desanya sering tidak mendapat pasokan air saat debit berkurang. Karena posisi desa Gebangilir paling ujung.
“Jadi air dari hulu sudah habis duluan. Makanya kami butuh sumur dalam untuk bantu pengairan,” kata Wasrun.