banner 728x250

Cirebon Timur: Di Antara Retaknya Akhlak dan Pudarnya Dakwah

IMG 20250628 WA0034
banner 120x600
banner 468x60

CIREBON – Di tengah geliat pembangunan infrastruktur yang mulai menyentuh wilayah timur Kabupaten Cirebon, bayang-bayang krisis moral terus membesar.

Ketimpangan sosial tak lagi sekadar soal jalan berlubang dan pembangunan yang tak merata, tetapi telah menjalar ke sendi-sendi kehidupan masyarakat: akhlak yang merapuh dan dakwah yang memudar.

banner 325x300

Sejumlah kawasan di Cirebon Timur seperti Ciledug dan sekitarnya, kini tak lagi asing dengan pemandangan yang dulu dianggap tabu. Keberadaan Pekerja Seks Komersial (PSK) makin menjamur di titik-titik strategis, dari jalan utama hingga gang sempit.

Fenomena ini bukan lagi rahasia umum, melainkan menjadi kenyataan yang dibiarkan tumbuh subur di balik lemahnya pengawasan.

Situasi makin kompleks ketika keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang semestinya mendukung sektor industri, justru menambah catatan miris.

Tak sedikit dari mereka yang terlihat dalam kondisi mabuk di area publik, terutama di sekitar pusat keramaian dan area proyek. Pemandangan semacam ini tidak hanya meresahkan, tetapi juga mencoreng citra daerah.

Peredaran minuman keras pun menjadi masalah serius yang tak kunjung terselesaikan. Miras bisa dengan mudah ditemukan, bahkan di lokasi yang semestinya steril dari barang-barang berbahaya.

Lebih mengkhawatirkan lagi, generasi muda mulai menjadi konsumen utama. Obat-obatan terlarang masuk ke lingkungan pelajar dan remaja desa dengan cara yang kian canggih dan sulit dikendalikan.

“Cirebon Timur sedang mengalami degradasi moral yang nyata. Ironis, di saat pembangunan fisik mulai bergerak, pembangunan karakter justru jalan di tempat,” ujar salah satu tokoh masyarakat R. Hamzaiyah.

Dalam kondisi seperti ini, masyarakat berharap ada peran aktif dari para panutan, ulama, kiyai, dan tokoh agama. Namun harapan itu seringkali bertepuk sebelah tangan. Sebagian tokoh agama yang dahulu rajin berdakwah di masjid dan pesantren, kini lebih sering terlihat dalam panggung politik dan ruang-ruang kekuasaan.

“Dulu beliau sering mengisi pengajian, sekarang lebih banyak ikut rapat politik,” kata Hamzaiyah yang juga merupakan pemerhati sosial.

Meski begitu, menurutnya publik tak menafikan masih ada ulama yang istiqamah. Yang tetap menyapa umat, menyampaikan nasihat, dan menjadi cahaya di tengah gelapnya zaman. Namun, suara mereka terkadang tenggelam oleh hiruk pikuk politik yang membius sebagian tokoh lainnya.

Mencari Titik Balik: Siapa yang Bertanggung Jawab?

Menut R. Hamzaiyah, Cirebon Timur sedang berada di titik kritis. Krisis moral dan pergeseran nilai-nilai lokal bukan lagi isu masa depan, tapi masalah hari ini. Jika tidak ada langkah tegas dan terarah, bukan hanya akhlak yang runtuh, tapi juga masa depan generasi yang terancam tercerabut dari akar budaya dan keimanan.
Langkah konkret dibutuhkan:

“Pemerintah Daerah harus memperkuat regulasi dan penegakan hukum terhadap praktik-praktik sosial menyimpang. Penertiban PSK, pengawasan miras, serta pembinaan sosial tidak bisa ditunda lagi,” katanya.

Tokoh Agama diharapkan kembali ke peran utamanya sebagai pendidik spiritual dan penjaga moral masyarakat.

“Masyarakat pun harus bangkit, mulai dari menjaga lingkungan terdekat dan berani melaporkan setiap aktivitas yang merusak generasi,” pungkasnya.

Foto : ilustrasi

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *