banner 728x250

Pengusiran Wartawan dari Gedung Pemda, PWI Ciayumajakuning: Ini Bukan Soal Aset, Tapi Pembungkaman Kritik Lewat Birokrasi

banner 120x600
banner 468x60

INDRAMAYU – Langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu yang mengeluarkan surat pengusiran terhadap organisasi wartawan dari gedung milik pemda menuai kecaman keras dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan).

PWI menilai pengusiran tersebut bukan sekadar persoalan aset, melainkan sinyal buruk terhadap kebebasan pers dan kontrol publik yang sehat dalam sistem demokrasi.

banner 325x300

Para pimpinan PWI menyebut tindakan itu sebagai bentuk tekanan birokratik yang dapat dimaknai sebagai upaya halus membungkam suara kritis insan pers.

“Ini soal bagaimana pemerintah melihat pers. Wartawan bukan beban atau musuh, tapi mitra strategis,” tegas Ketua PWI Majalengka, Pai Supardi, Jumat (18/7/2025).

Menurut wartawan senior Rakyat Cirebon, grup Radar Cirebon ini, kehadiran wartawan selama ini telah banyak membantu menyampaikan informasi pembangunan dan menjadi pengawas jalannya pemerintahan. Pengusiran ini, katanya, memperlihatkan sikap anti kritik yang mencemaskan.

Preseden Buruk dan Kemunduran Demokrasi

Ketua PWI Kuningan, Nunung Khazanah, menyebut pengusiran ini sebagai preseden buruk. Ia mempertanyakan masa depan kebebasan pers jika semua pemerintah daerah merasa berhak mengusir organisasi wartawan hanya karena merasa terusik.

“Kalau ini dibiarkan, bisa jadi tren. Ini kemunduran demokrasi yang nyata. Padahal organisasi wartawan itu sah dan menjalankan fungsi publik,” ucapnya.

Senada, Ketua PWI Kota Cirebon, Muhamad Alif Santosa, mengecam keras keputusan sepihak Pemkab Indramayu. Ia menyebut langkah tersebut seharusnya didasari musyawarah dan semangat dialog.

“Keputusan ini sewenang-wenang. Mana penghormatan terhadap profesi wartawan? Harusnya cari solusi bersama, bukan main usir,” kata Alif.

Menurutnya, gedung yang selama ini ditempati wartawan telah menjadi simpul komunikasi antara pemerintah dan media. Mengusir wartawan tanpa menyediakan ruang alternatif dianggap mencederai hubungan yang telah terjalin baik selama ini.

Bukan Soal Aset, Tapi Tekanan Halus

Ketua PWI Kabupaten Cirebon, Mamat Rahmat, menduga pengusiran ini bukan sekadar soal pemanfaatan aset daerah, namun berpotensi dilatarbelakangi perbedaan politik atau ketegangan pasca Pilkada. Ia menyebut tindakan ini baru pertama kali terjadi di Indonesia.

“Kalau murni soal aset, seharusnya ada solusi pengganti. Tapi ini dilakukan sepihak, dan di tengah situasi sensitif. Maka patut diduga ada motif lain,” ujarnya.

Mamat mengingatkan bahwa di negara demokrasi, ruang bagi pers seharusnya diperluas, bukan dikerdilkan. Ia menyerukan agar para pemimpin daerah bersikap bijak dan tidak alergi terhadap kritik.

Desakan Cabut Surat dan Sediakan Solusi

Koordinator Wilayah PWI Ciayumajakuning, Jejep Falahul Alam, mendesak Pemkab Indramayu untuk mencabut surat pengusiran dan membuka ruang dialog konstruktif dengan organisasi wartawan.

“Pers itu pilar keempat demokrasi. Jangan perlakukan wartawan seperti musuh. Kalau memang gedungnya dibutuhkan, sediakan tempat pengganti yang layak. Jangan jadikan wartawan korban kebijakan birokratik yang tidak berpihak pada kemerdekaan pers,” tegasnya.

Jejep yang juga mantan Ketua PWI Majalengka dua periode ini menambahkan, pejabat publik seharusnya tidak bersikap arogan terhadap wartawan. Menurutnya, jurnalis adalah bagian dari rakyat, dan memiliki hak yang sama untuk menjalankan tugas jurnalistik demi kepentingan publik.

“Mereka (wartawan) juga rakyat Indramayu. Mereka juga bayar pajak. Jadi tak salah jika menempati gedung itu untuk kepentingan pers. Sama seperti para pejabat yang menempati kantor dan fasilitas yang dibayar dari uang rakyat,” pungkasnya.

Foto : sejumlah wartawan saat berkumpul di kantor Pemda Inderamayu. (Istimewa)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *