CIREBON – Maraknya ekspansi provider internet ke wilayah pedesaan belakangan ini memunculkan polemik baru. Di Desa Karangwareng, Kecamatan Karangwareng, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, pemasangan jaringan internet oleh MyRepublic diduga dilakukan tanpa izin resmi dari Pemerintah Desa (Pemdes).
Temuan ini pertama kali diungkap oleh Suratman, aktivis dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Anak Muda Xaveleri (AMX). Ia menegaskan, jaringan MyRepublic sudah masuk dan bahkan terpasang di sejumlah rumah warga, meski pihak desa tidak pernah mengeluarkan izin atau persetujuan tertulis.
“Kami mendapat informasi dari warga, lalu mengecek langsung ke lapangan. Ternyata memang benar, beberapa rumah sudah dipasangi perangkat internet dari MyRepublic, tapi pihak desa tidak pernah mengeluarkan izin,” ujar Suratman, yang akrab disapa Udel, Sabtu (6/9/2025).
Langgar Etika dan Tata Kelola Pemerintahan Desa
Menurut Suratman, praktik pemasangan jaringan internet tanpa sepengetahuan pemdes adalah bentuk pelanggaran etika dan tata kelola pemerintahan desa. Ia menekankan, setiap kegiatan usaha atau pembangunan infrastruktur oleh pihak ketiga wajib melalui proses izin, atau setidaknya pemberitahuan resmi kepada pemerintah desa sebagai pemilik wilayah administratif.
“Ini bukan soal menghalangi kemajuan teknologi. Tapi prosedur itu harus ditaati. Jangan karena ini bisnis digital, lalu seenaknya masuk tanpa koordinasi,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan potensi konflik sosial maupun administratif. Pasalnya, pemasangan jaringan kerap menggunakan fasilitas umum, seperti tiang listrik, lahan desa, hingga area fasilitas sosial, yang seharusnya memerlukan persetujuan resmi dari desa.
Perlu Regulasi dan Pengawasan yang Lebih Tegas
Aktivis AMX mendesak Pemerintah Kabupaten Cirebon, khususnya Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), agar segera menyusun regulasi dan mekanisme pemasangan jaringan internet di desa-desa.
“Jangan sampai masyarakat dan pemerintah desa hanya jadi penonton di kampung sendiri. Perlu ada regulasi yang jelas, supaya tidak ada praktik semena-mena dari perusahaan penyedia layanan,” ujar Suratman.
Ia menilai, tanpa regulasi tegas, ekspansi provider internet di wilayah pedesaan rawan menimbulkan gesekan dan melemahkan peran desa sebagai otoritas wilayah.
Warga Senang Tapi Bingung
Di sisi lain, sebagian warga menyambut baik kehadiran layanan internet karena kebutuhan akses digital yang kian tinggi. Namun, mereka mengaku tidak tahu menahu soal perizinan.
“Ya, kami pikir sudah resmi karena teknisinya datang pakai seragam dan bawa alat lengkap. Ternyata desa tidak tahu. Kami jadi bingung juga,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Kondisi ini membuat warga berada dalam dilema: di satu sisi butuh akses internet cepat, di sisi lain khawatir jika pemasangan tidak sesuai prosedur dan bisa menimbulkan masalah di kemudian hari.
Pemdes Diminta Bertindak Tegas
LSM AMX mendorong Pemerintah Desa Karangwareng agar segera mengambil sikap. Suratman menekankan pentingnya klarifikasi langsung dari pihak MyRepublic.
“Jika benar tidak ada izin resmi, sebaiknya pemasangan dihentikan sementara sampai semua proses administrasi beres. Desa punya hak penuh menentukan apa yang boleh dan tidak boleh di wilayahnya,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak MyRepublic maupun Pemerintah Desa Karangwareng belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pemasangan tanpa izin tersebut.